Senin, 29 November 2010

Negeri Kurawa (Prolog)

Aku sudah tidak tahu berapa lamanya waktu aku memandangi dan membaca sebuah kolom berita di salah satu surat kabar harian nasional ini melalui akses internet yang saban hari selalu aku telusuri. Padahal, waktu telah lama berlalu. Dan, negaraku kini telah berubah menjadi "Negeri Kurawa". Negeri para garong; koruptor; dan perampok; serta penjarah uang rakyat.
Kini, tahun 2025, negeriku ini telah berulang kali berganti pemimpin. Tidak hanya di tingkat nasional; tetapi juga di tingkat-tingkat di bawahnya. Namun, tidak ada sekali pun perubahan menuju ke arah yang baik yang dapat aku rasakan. Bahkan, mungkin, hal ini berlaku pula kepada seluruh penduduk di negeri yang sejak beberapa dekade lalu mencanangkan sebuah visi untuk menjadi negeri modern dan terdepan di dunia lima tahun lagi: tahun 2030.
Semua penduduk negeri ini pun tidak lagi tampak berdaya. Kekuasaan yang digerakkan oleh uang sudah menjadi maharaja di dalam kehidupun kita semua. Pragmatisme; demokrasi prosedural dan pelbagai hal buruk lainnya sudah menjadi karakter negerku, termasuk orang-orang yang berada di dalamnya.
Aku hanya dapat menjadi saksi sejarah. Yang selalu mengelus dada, jika teringat bagaimana cita-cita mulia dari para pendiri bangsa ini, yang mengorbankan segala sesuatunya untuk membebaskan diri dari penjajahan bangsa asing, berabad-abad lampau. Meski kini juga sebenarnya aku dan mungkin semua penduduk negeri ini merasa "terjajah", namun apa daya jika menghadapi "musuh" yang masih berwujud saudara sebangsa sendiri.
Mengapa aku mengatakan demikian? Sebab, mereka yang menjadi "penjajah" tidak ubahnya dengan kita semua. Rambut hitam; kulit sawo matang; hidung yang tidaklah mancung, malahan cenderung pesek; bermata sipit; berperawakan kecil atau sedang; dan lain sebagainya yang menjadi ciri-ciri fisik orang-orang di negeriku.
2025. Aku masih menjadi saksi sejarah. Akulah Kresna, yang diharapkan beberapa golongan orang baik di dalam "Negeri Kurawa" dan mengambil nama "Pandawa", untuk membantu mereka untuk mengenyahkan para "Kurawa" dan membangun "negeri baru": "negeri Utarakuru", meski masih terbalut dengan nama Indonesia. (Bersambung)