Senin, 03 Maret 2008

Kubah Lava Gunung Kelud

Gunung Kelud


Kubah lava Gunung Kelud, 29 Februari 2008, masih mengeluarkan kepulan asap yang cukup besar dan terus mengalami "pertumbuhan"



Kubah lava Gunung Kelud, pada tahun 1376, pernah ditandai keberadaannya


Fenomena kemunculan kubah lava Gunung Kelud sejak November 2007 lalu, mampu menyerap perhatian banyak orang. Wajar saja jika akhirnya banyak wisatawan yang berkunjung ke Kediri dan Blitar, ingin sekali mendaki dan mengetahui serta menyaksikan fenomena tersebut.
Gunung yang terletak di perbatasan Kabupaten Kediri dan Blitar ini, memang dikenal sebagai gunung yang memiliki keanehan tersendiri. Banyak mitos yang menyertai masalah gunung yang juga dikenal sebagai Gunung Kampud (berdasarkan Negara Kretagama); Gunung Kelut; Gunung Klut; dan Gunung Coloot ini.
Gunung berapi ini termasuk ke dalam kategori gunung berapi teraktif di Indonesia, selain Gunung Merapi di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan DIY Jogjakarta. Pasalnya, sepanjang sejarahnya, Gunung Kelud telah berulang kali erupsi.
Sejarah aktivitas erupsi Gunung Kelud tercatat sejak tahun 1000 hingga abad ke-20. Letusan 1586 merupakan letusan yang paling banyak menimbulkan korban jiwa: 10.000 orang meninggal. Selama abad ke-20 telah terjadi 5 kali letusan masing masing pada tahun 1901, 1919, 1951, 1966 dan 1990, dengan jumlah korban jiwa seluruhnya mencapai 5400 jiwa.
Berdasarkan sejarah pula, erupsi Gunung Kelud dapat memunculkan awan panas ke segala arah, seperti yang terjadi pada erupsi tahun 1919. Dan, produk letusannya dapat mencapai 120 juta meter kubik.
Menurut sejarah pula, kubah lava pernah terbentuk pada tahun 1376. Setelah kubah lava tersebut terbentuk, Gunung Kelud memuntahkan letusan dengan jumlah korban jiwa yang tidak tercatat di dalam sejarah.
Kedahsyatan letusan Kelud juga pernah tercatat di dalam kitab-kitab lampau: Negara Kretagama dan Pararaton, yang membuat Kerajaan Majapahit sempat kelabakan di dalam menyalurkan bantuan kepada rakyatnya yang berada di Daha dan Kademangan Balitar.

Legenda Gunung Kelud
Banyak legenda dan mitos yang berkaitan dengan Gunung Kelud. Di dalam Tantu Panggelaran, disebutkan, pada zaman dahulu kala, di masa belum ada satu pun manusia menempati tanah Jawadwipa, pulau Jawadwipa masih mengambang di lautan luas, dan dipermainkan ombak ke sana-kemari. Dewa-dewa di kahyangan yang melihat keadaan ini dan tidak menghendaki pulau Jawadwipa terombang-ambing dipermainkan ombak, kemudian mengadakan rapat besar.
Rapat para Dewa itu menghasilkan keputusan untuk memakukan pulau Jawadwipa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas pulau Jawadwipa. "Bagaimana pun, di masa mendatang pulau Jawadwipa akan memiliki peran yang cukup besar di dalam peradaban," begitu secara singkat titah Batara Guru kepada Dewa-dewa lainnya.
Tugas tidak mudah pun dilakukan. Batara Guru menitahkan para Dewa memenggal pucak Gunung Mahameru dari tanah Hindu ke Jawa, lalu diterbangkan ke tanah Jawa. Jatuh di sisi barat. Tanah Jawadwipa berguncang. Bagian timur berjungkat, bagian barat tenggelam.
Potongan pucak Gunung Mahameru itu pun digotong lagi ke arah timur. Sepanjang perjalanan dari barat ke bagian timur tanah Jawa, bagian-bagian pucak Gunung Mahameru itu ada yang rempak.
Bagian-bagian tercecer itu kelak tumbuh menjadi enam gunung. Masing-masing Gunung Katong (Gunung Lawu), Gunung Wilis, Gunung Kampud, Gunung Kawi, Gunung Arjjuna (Gunung Arjuna), Gunung Kemukus (Gunung Welirang).
Sementara, tubuh Mahameru diletakkan agak miring dan menyandar pada Gunung Brahma (Bromo), dan menjadi Gunung Sumeru (Semeru), gunung tertinggi di Jawa. Puncak Mahameru lalu didirikan oleh dewata menjadi Pawitra atau Gunung Penanggungan.
Jika ingin diurutkan, bagian pertama yang tercecer dan jatuh itu menjelma menjadi Gunung Kawi, yang berasal dari istilah kawitan atau wiwitan atau babakan dalam bahasa Jawa.
Dan, ceceran Gunung Mahameru terakhir, jatuh di daerah Kadiri yang berbatasan dengan Kademangan Balitar, dan menjelma menjadi Gunung Kampud. Gunung yang mendapat istilah dari bahasa Jawa kemput, dan di kemudian hari dikenal menjadi Gunung Kelud atau Kelut.
Sementara itu, legenda letusan Gunung Kelud sendiri di dalam ceritera anak-anak disebutkan sebagai bentuk pelampiasan dendam Lembu Sura, yang diperdayai puteri Kerajaan Majapahit.
Bahkan, kekuatan erupsi Gunung Kelud, selain karena amarah Lembu Sura, juga dikaitkan dengan keberadaan keris Empu Gandring yang di-larung di dalam kawah Kelud, ketika jalannya pemerintahan Raja Kembar Singasari, Ranggawuni dan Mahisa Cempaka. Ranggawuni sebagai raja dengan abiseka Sri Wisnuwardhana, sementara saudara sepupunya, Mahisa Cempaka, sebagai Ratu Angabaya dengan nama abiseka Narasinghamurti.


Eksotisme danau kawah Gunung Kelud, kini sirna dan berganti dengan kemunculan kubah lava

Kubah Lava Gunung Kelud 2007-2008
Kubah lava Gunung Kelud sejak akhir tahun 2007, terus mengalami perkembangan yang signifikan. Hingga tanggal 29 Februari 2008 saja, kubah lava Gunung Kelud diperkirakan sudah mencapai ketinggian lebih dari ratusan meter, dengan material yang dikeluarkan berjuta-juta kubik.
Danau kawah eksotis Gunung Kelud yang sering dikunjungi wisatawan dan memang menjadi daya tarik gunung tersebut, kini telah musnah, tertutup kubah lava tersebut. Tidak ada lagi kawah dengan air hangatnya yang termasyhur itu.
Semua masyarakat di lereng Kelud meyakini, Gunung Kelud akan tetap meletus, meski tidak dapat menerka kapan waktunya. Sebagian dari mereka juga menyatakan, jika nantinya meletus, Gunung Kelud mungkin akan meminta korban jiwa yang lebih besar dibandingkan catatan sejarah yang telah ada.
Mengenai bagaimana kebenarannya nanti, biarlah sang waktu yang akan menjawabnya. Tetapi, di dalam blog ini, saya sertakan foto-foto Gunung Kelud dengan kubah lavanya, seperti apa adanya, ketika paman saya mendaki gunung tersebut pada tanggal 29 Februari 2008 lalu.
Dan, mengenai legenda dan kisah seputar Gunung Kelud lainnya, nantikan cerita bersambung saya (yang jika mungkin nantinya akan menjadi novel) di dalam blog ini, dengan judul: Bara Gunung Kampud. Ciao

Tidak ada komentar: